Sebuah Puisi
Untuk perubahan yang kini sedang berproses
Tuhan
Layakkah kami
Saat aku-aku ini masih saja terpatri di jidat kami
Aku-aku yang membuat kuku bersiku
Aku-aku ubun-ubun setinggi kayangan
Aku-aku akal sedalam magma
Aku-aku, bahwa aku adalah Gontor
Namun, hingga para pujangga itu pergi
Kami masih saja tak mampu menangkap makna yang mereka hadirkan
Tepat di tengah-tengah kami
Kiai Ahmad Sahal
Senior, inspirator
Pemegang teguh marwah kebersahajaan kami
Kiai Imam Zarkasyi
Eksekutor, konseptor ulung
Pembaharu, pencerah
Tonggak perubahan ma’rifat kami
Kiai Zainuddin Fannani
Negosiator, aktor transmisi
Sang penjaga eksistensi kami
Satu per satu pujangga itu pergi
Para pakar ilmu itu, kini menemukan pengetahuan sejati
Kepergian mereka disusul satu, dua, tiga, dan selanjutnya
Tak terhitung mereka berduyun-duyun menuju ma’rifat abadi
Sayangnya, sekali lagi
Kami masih saja sibuk dengan keyahanuan kami
Tuhan, Gontorkah aku?
Masjid Shah Alam, Kuala Lumpur
5 November 2017
Kapan bisa kolaborasi lagi, sina’ madza gitu?
Ayo, bos